Pages

Selasa, 30 November 2010

Patofisiologi Epilepsi

A. DEFINISI
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron
otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak
2. Factor herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis
ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Factor genetic; pada kejang demem dan breath holding spells
4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
7. selaputnya,toxoplasmosis
8. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
9. Neoplasma otak dan selaputnya
10. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
11. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
12. Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone,degenerasi
serebral,dan
13. lain-lain.
(Anonim, 2008)
C. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap
adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia
3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong” dan
aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal
dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu
antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks
serebri. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat
perubahan pada sirkuit antara thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit
abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga
menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik
pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.3 Patofisiologi epilepsi yang lain adalah
disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang
mengkode protein kanal ion (tabel 3). Contoh: Generalized epilepsy with febrile seizure
plus, benign familial neonatal convulsions.
Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6
Kanal Gen Sindroma
Voltage-gated
Kanal Natrium SCN1A, SCN1B, Generalized epilepsies with
SCN2A, GABRG2 febrile seizures plus
Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3 Benign familial neonatal
convulsions
Kanal Kalsium CACNA1A, CACNB4 Episodic ataxia tipe 2
CACNA1H Childhood absence epilepsy
Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Epilepsy with grand mal
seizure on awakening
Ligand-gated
Reseptor asetilkolin CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant frontal
lobe epilepsi
Reseptor GABA GABRA1, GABRD Juvenile myoclonic epilepsy
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium
(natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas
depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron (gambar 1A). Jika terjadi
mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile
seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium refluks
tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung
berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron (gambar1B). Hal yang sama
terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium
sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel
neuron (gambar 1C)
 
 2. Patofisiologi Epilepsi Parsial
Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah epilepsi
lobus temporal yang disebabkan oleh sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus
terjadi hilangnya neuron di hilus dentatus dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan
normal terjadi input eksitatori dari korteks entorhinal ke hippokampus di sel granula
dentatus dan input inhibitori dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer
molecular) (gambar 2). Sel granula dentatus relatif resisten terhadap aktivitas
hipersinkroni, dan dapat menginhibisi propagasi bangkitan yang berasal dari korteks
entorhinal,

 
 Pada sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke lapisan
molekular dalam (karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang aberant ini
menyebabkan sirkuit eksitatori yang rekuren dengan cara membentuk sinaps pada dendrit
sel granula dentatus sekelilingnya. Di samping itu interneuron eksitatori yang berada di
gyrus dentatus berkurang (yang secara normal mengaktivasi interneuron inhibitori),
sehingga terjadi hipereksitabilitas (gambar 3).
Gambar

 
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di
hippocampus. Suatu bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas mitosis di daerah
proliferatif gyrus dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula dentatus baru dan pada
akhirnya terjadi ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori patofisiologi yang lain
adalah terjadi perubahan komposisi dan ekspresi reseptor GABAa. Pada keadaan normal,
reseptor GABAa terdiri dari 5 subunit yang berfungsi sebagai inhibitori dan
menyebabkan hiperpolarisasi neuron dengan cara mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy
lobus temporal, terjadi perubahan ekspresi reseptor GABAa di sel granula dentatus
berubah sehingga menyebabkan sensitivitas terhadap ion Zinc meningkat dan akhirnya
menghambat mekanisme inhibisi.3,4 Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan
adalah terjadinya epilepsi pada cedera otak. Jika terjadi suatu mekanisme cedera di otak
maka akan terjadi eksitotoksisitas glutamat dan menigkatkan aktivitas NMDA reseptor
dan terjadi influx ion calsium yang berlebihan dan berujung pada kematian sel. Pada
plastisitas maka influx ion calsium lebih sedikit dibandingkan pada sel yang mati
sehingga tidak terjadi kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.
3. Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,
stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang
tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan
mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke
ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan
struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di
sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak.
Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa
menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.1 Dari sudut pandang biologi
molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi
neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi
neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan
pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.6 Keterlibatan reseptor NMDA
subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai patologi terjadinya kejang
dan epilepsi.6-8 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip
kerja dari obat antiepilepsi.7 Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya
beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada
ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate
(kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata
ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa 4.9
Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ionion
yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya
ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame
neuron.9 Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan
listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan
dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa
neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai
inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam
penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang
bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
(Fitri Octaviana, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Epilepsi Umum
a. Major
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder
Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik.
Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak
pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejangkejang.
Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi
manifestasi sesuai dengan letak focus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri
dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian
penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh,
lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras
sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian
disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membantingbanting
tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain
kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks
cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan
penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4—5 menit kemudian penderita
bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan
dapat setiap jam sampai setahun sekali.
b. Minor :
Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang
idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak
sebelum pubertas (4 -- 5tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang
berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat
dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar
biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung
beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan
menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat
diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan
yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah
ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing
dan lambat dengan frekuensi 3 per detik. Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan
involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang.
Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan
kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan
akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot
dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian
dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik)
dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantil.
Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada
bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum
diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses
degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan
dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke
atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis
dan berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik.
Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan
hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya
dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh
lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche
2. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi).
a. Bangkitan sensorik
Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus
epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di
gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,
perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas
listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai
korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
b.Epilepsi lobus temporalis.
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang
khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya
terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar,
penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan.
Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis
ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan
motorik la-zimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut:
Kesadaran hilang sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam
pikiran antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi
yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai
beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan
automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan
automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.
(Anonim, 2008)
Klasifikasi Epilepsi
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe
bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia, dan situasi
yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut bangkitan
epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.1
Tabel 1. Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi (1981)1
I Bangkitan Parsial
A. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
B. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
C. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
1. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
2. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial
3. kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
II. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
A. Bangkitan lena
B. Bangkitan mioklonik
C. Bangkitan tonik
D. Bangkitan atonik
E. Bangkitan klonik
F. Bangkitan tonik-klonik
III. Bangkitan epileptik yang tidak tergolongkan
Tabel 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma1
A. Localization-related (focal, partial) epilepsies
● Idiopatik
 Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
 Childhood epilepsy with occipital paroxysm
● Symptomatic
 Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang
diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal
dan iktal, gambaran neuroimejing
 Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari
lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak
diketahui
 Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik
B. Epilepsi Umum
► Idiopatik
 Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
 Benign myoclonic epilepsy in infancy
 Childhood absence epilepsy
 Juvenile absence epilepsy
 Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
 Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
 Other generalized idiopathic epilepsies
► Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
 West’s syndrome (infantile spasms)
 Lennox gastaut syndrome
 Epilepsy with myoclonic astatic seizures
 Epilepsy with myoclonic absences
► Simtomatik
 Etiologi non spesifik
 Early myoclonic encephalopathy
 Specific disease states presenting with seizures

Rabu, 17 November 2010

GYM TIPS

jgn terlalu percaya dgn majalah / buku fitnes, kebanyakan memiliki unsur marketing di dalamnya yakni supaya kamu membeli suplemen

-- ada perbedaan latihan dengan olah raga, tujuan kita berlatih ialah supaya kita menjadi lebih baik dari latihan sebelumnya, di GYM juga harus seperti itu, kamu harus berusaha untuk selalu melebihi rekor kamu sebelumnya
- bila ingin besar, fokus pada penambahan tenaga (strength training) maka ukuran otot juga akan berkembang sesuai tenaga kamu (asumi diet & istriahat kamu ok)
- set goal, goal membuat kamu menjadi lebih fokus, misalnya ingin menaikkan berat badan 5 kg dalam 3 bulan, atau ingin menambah kekuatan bench press sebesar 10 kg dalam 1 bulan ini dsb
- suplemen sesuai dengan namanya hanya tambahan, bila diet, latihan dan istirahat kamu bagus, menambah memakai suplemen palingan akan membantu 10-an %, suplemen tidaklah mutlak diperlukan, terutama untuk pemula, pemula harus lebih fokus pada makanan, latihan dan istirahatnya terlebih dahulu,
- spotter? pentingkah? tujuan utama spotter ialah untuk menjaga dan memotivasimu, bukan untuk membantumu mengangkat beban dari repetisi pertama sampai repetisi terakhir, spotter hanya digunakan saat latihan2 berbahaya terutama bila menggunakan barbell misalnya, barbell bench press, barbell squat, barbell shoulder press. seberapa sering kamu melihat seseorang saat latihan selalu menggunakan spotter? katakan si X hanya mampu melakukan bench press sendirian dengan beban 40 kg, tapi si X menaikkan lagi bebannya menjadi 60 kg atau 80 kg tapi dengan bantuan spotter plus ditambah dengan jeritan gorillanya untuk menarik perhatian? buat apa? tidak ada org yang akan menganggap kamu kuat karena bisa bench press 80 kg tapi dengan spotter, selain itu, kamu juga akan sulit memantau perkembangan tenaga kamu
- testosteron merupakan hormon penting dalam membentuk otot, pria cina sesuai hasil penelitian memiliki kadar hormon ini yg paling rendah (dikutip dari buku karangan allan & barbara pease), oleh karena itu juara binaraga jarang sekali yang berasal dari cina atau korea.,  bila kamu termasuk dalam kategori pria ini kamu harus bekerja lebih keras dalam meningkatkan hormon ini secara alami misalnya konsumsi lemak lebih banyak (terutama monosaturated fat), konsumsi lebih banyak ZMA (zinc, magnesium dan vitamin B6), berlatih dengan beban yg sangat berat (seaman mungkin), melatih kaki, istirahat yang cukup, bergabung dgn olah raga yang kompetitif atau menantang misalnya panjat tebing, sepak bola dsb
- latihan compound haruslah menjadi latihan inti dibanding dgn latihan isolasi (keculi utk kasus2 tertentu), misalnya squat, bench press, shoulder press / arnold press
- bila kekuatan bench press kamu lebih besar dari kekuatan squat kamu, itu kemungkinan besar karena kamu tidak melatih kaki kamu dengan serius. bench press sepertinya merupakan latihan favorit bagi semua member GYM, tapi di GYM manapun, latihan kaki sepertinya merupakan latihan yang eksklusif, kamu akan melihat hanya beberapa orang yang sama yg melatih kakinya, dan setengah dari orang yg melatih kakinya tidak melatih kakinya dengan serius. kekuatan squat kamu seharusnya lebih besar dari kekuatan bench press kamu, sejak manusia belajar untuk berdiri dengan 2 kaki, manusia telah berevolusi menjadi primata dengan kaki yang terpanjang dan terkuat, jadi sudah seharusnya kaki kamu lebih kuat dari tangan atau dada kamu, kamu bukan gorilla
- latihan dengan perut berisi penuh tidaklah baik, selain itu tenaga kamu juga tidak akan sebesar saat perut kamu kosong (kalo tidak percaya, buktikan aja sendiri), mencerna makanan juga butuh energi
- untuk pemula, kuatin bahu terlebih dahulu, bahu (terutama front & side deltoid) ialah bagian yang paling sering dan rawan cedera dalam latihan beban, terutama saat latihan cable crossover  & latihan2 tricep
- ketahuilah otot mana yg sedang dilatih dalam latihan apapun, kemudian fokuskan pikiran agar supaya hanya otot yang dilatih saja yang bekerja
- bila kamu sudah menjadi terlalu kuat, akan sangat berbahaya bila kamu terus menambah beban yg ada, jadi sedikit kreatiflah, misalnya mengganti 2 tangan / kaki menjadi 1 tangan/kaki, misalnya, gw bisa melakukan standing calves raise dengan beban 220 kg, tentu aja beban seberat ini sangat berbahaya, bagaimana kalau bebannya jatuh? belum lagi tekanan yang sangat besar pada lower back gw, jadi saya kemudian mengganti standing calve raise dengan 2 kaki menjadi 1 kaki, dan alhasil gw hanya bisa mencapai rekor 100 kg dengan 1 kaki
- betis merupakan otot yg sulit berkembang, dan sering di juluki dengan "stubborn muscle", salah satu penyebab betis sulit berkembang ialah karena betis terletak di bagian bawah dan sangat jauh dari aliran darah yg menyebabkan nutrisi juga agak sulit dialirkan ke bagian tsb. meskipun ukuran otot betis sebenarnya kecil, tapi otot ini merupakan otot yg sangat kuat karena sudah sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berdiri, berjalan, melompat dsb, oleh karena itu betis harus dilatih dengan keras.
- latihlah dengan keras dengan menggunakan beban terberat seaman mungkin bila ingin berkembang dengan cepat

- latihan kaki merupakan latihan terpenting, bila kamu pernah ke gym, kamu pasti menyadari bahwa 80% lebih cowok rata2 tidak melatih kakinya, hei kaki ialah otot terbesar dan terkuat pada manusia, latihan kaki memicu pertumbuhan testosteron paling besar dibanding dengan latihan utk otot lainnya, gw tau latihan kaki itu emang melelahkan lagi pula kita lebih sering pakai celana panjang.....tapi kaki tetap otot terpenting. salah satu cara gw supaya saya lebih termotivasi untuk melatih kaki ialah dengan sering2 memakai celana sependek mungkin (di atas lutut)

- selalu belajar, terutama ttg nutrisi

- meski kamu hebat dan kuat di GYM, tidak perlu dipamerin di GYM, ini bukan berarti kamu tidak boleh memakai beban berat, tapi jgn pernah teriak seperti gorilla untuk menarik perhatian, org akan menyadari dengan sendirinya, simpanlah beban pada tempatnya setelah dipakai, bersikaplah lebih ramah terutama terhadap para pemula (usahakan jgn membuat mereka terintimidasi) tapi jgn terlalu sok pintar, dan jangan menguasai 1 alat / mesin, itu ialah milik umum. dgn melakukan 4 hal di atas, niscaya kamu akan mendapat respek dari banyak org

Jumat, 12 November 2010

EPILEPSI (Bag 2)

·         Pemeriksaan fisik umum dan neurologi
§Hal _halyang perlu diperiksa antara lain adanya tanda _ tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduanobat terlarang atao alkohol, dan kanker.
3.Pemerikasaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti – bukti klinik dan indikasi, serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.
3.1Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Rekaman EEG sebaiknya dilakukanpada saat bangun tidur, dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan ( pada epilepsi refleks ). Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan ) pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya dengan mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti epilepsi (OAE).
Indikasi pemeriksaan EEG :
ØMenbantu menegakan diagnosis epilepsi
ØMenentukan prognosis pada kasus tertentu
ØPertimbangan dalam kasus pemghentian OAE
ØMembantu dalam menetukan letak fokus
ØBila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan sebelumnya)
3.2Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
ØSemua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
ØAdanya perubahan bentuk bangkitan
ØTerdapat defisit neurologik fokal
ØEpilepsi dengan bangkitan parsial
ØBangkitan pertama diatas usia 25 tahun
ØUntuk persiapan tindakan pembedahan
Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik dibandingkan dengan Computed Tomografi Scan (CT scan). MRIdapat mendeteksi sclerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI di indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.
3.3Pemeriksaan Laboratorium
ØPemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
ØPemeriksaan cairan serebrospinal,biladicurigai adanya infeksi SSP
ØPemeriksaan _ pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan metabolik bawaan.
II. Diagnosis Banding
Ada beberapa macam kelainan yang sering di salah diagnosis sebagai epilepsi. Salah diagnosis biasanya disebabkan oleh karena anamnesis yang kurang teliti,adanya riwayat epilepsi pada keluarga, adanya riwayat kejang demam sebelumnya, EEG abnormal, salah interprestasi bentuk serangan, dan adanya inkontinens misalnya ngompol setelah serangan. Pada makalah ini akan dibahas beberapa diagnosis banding epilepsi, daintaranya:
1.Sinkop
Sinkop adalah kehilangan kesadaran mendadak akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penyebab sinkop bermacam-macam, tetapi pada garis besarnya disebabkan oleh; 1) refleks vascular abnormal menyebabkan asistole atau hipotensi, 2) kegagalan refleks simpatetik menyebabkan hipotensi berat, 3) penyakit jantung intrinsik menyebabkan aritmia atau asistole jantung.
Apapun penyebabnya, sinkop selalu disertai oleh penurunan tekanan darah yang hebat (sampai nol atau sangat rendah). Dalam hal demikian mekanisme autoregulasi pembuluh darah di otak tidak dapat bekerja secara efektif, dan mengakibatkan terhentinya atau berkurangnya aliran darah di otak.
Jenis sinkop yang sering ditemukan ialah sinkop refleks, sinkop demam dan sinkop jantung. Sinkop refleks timbul karena faktor pencetus berupa gangguan emosi, melihat darah, rasa nyeri ringan, suntik, pemandangan atau kejadian yang tidak menyenangkan dan kadang-kadang waktu masuk atau keluar kamar mandi. Sinkop refleks terjadi pada waktu pasien berdiri atau duduk, terutama di tempat yang panas dan pengap, sebelum pingsan jarang terjadi pada pasien yang sedang berbaring. Gejala berupa: sebelum pingsan pasien merasa sesuatu misalnya dingin atau panas, pusing nausea, perasaan seperti pergi jauh, penglihatan kabur/gelap, pasien menjadi lemas, perlahan-lahan jatuh dan tidak sadar. Pasien tampak pucat dan berkeringat dingin. Bila serangannya berat, badan menjadi akaku, mata melotot ke atas atau kebawah dan kejang (convulsive syncope), kadang-kadang ngompol (urinary incontinence). Hal ini menyebabkan salah diagnosis sebagai epilepsi.
Serangan sinkop kadang-kadang berlangsung cepat dan pasien segera sadar kembali. Sinkop dapat terjadi pada segala umur, tetapi lebih sering pada anak besar atau remaja dan tersering pada wanita. Kira-kira sepertiga pasien sinkop tidak dikenal atau disalah diagnosis sebagai epilepsi. Kebanyakan sinkop dengan kejang disalah diagnosis sebagai serangan epilepsi umum atau parsial kompleks. Serangan sinkop tidak akan merusak otak dan tidak perlu diberikan antikonvulsan.
Sinkop demam (febrile syncope atau febrile refleks anoxic seizure) terjadi pada waktu demam. Gejala seperti kejang demam, terutama bentuk tonik. Untuk membedakan demam-kejang dan sinkope demam dilakukan penekanan pada bola mata pasien (oculocardiac refleks). Kalau timbul serangan berarti sinkop demam, bukan kejang-demam, tetapi hal ini ada bahayanya, karena penekanan bola mata dilaporkan dapat menyebabkan henti jantung lama (prolonged cardiac arrest) dengan koma sebentar. Sinkop jantung (syncope of cardiac arigin) jarang pada anak. Terjadi pada kelainan jantung misalnya tetralogi fallot. Kehilangan kesadaran karena anoksia anoksik, sebenarnya jarang disalah diagnosis sebagai epilepsi.
Perbedaan bangkitan epilepsi dengan sinkop

Epilepsi
Sinkop
Pencetus
Tidak biasa
Biasa (misal emosi)
Suasana
apapun
Posissi tegak, kondisi padat, panas, stres emosi
awal
Mendadak, aura +/-
Berangsur, merasa gelap/mual, penglihatan buram, berkeringat
Warna kulit
Pucat/merah (flushed)
Biasanya pucat
Inkontinensia
Sering terjadi
Jarang
Lidah tergigit
sering terjadi
Sangat jarang
Muntah
jarang
Sering terjadi
Fenomena motorik
Tonik/tonik-klonik,klonik menonjol dgn amplitudo & frekuensi khas
Lemas tanpa gerakan, mungkin ada sentakan klonik kecil singkat, inkoordinasi atau tonik
Pernafasan
Mendekur, mulut berbusa
Dangkal lambat
Cedera
Sering terjadi
Jarang
Pasca serangan
Bingung mengantuk, tidur
Cepat siuman tanpa rasa bingung
Lama
Beberapa menit
± 10 detik
2.Drop Attack
Penderita tiba-tiba jatuh karena ekstremitas inferior lemah akibat insufisiensi A. Basilaris. Sering disertai vertigo dan bicara sulit. Berlangsung sementara dan dapat sembuh sendiri.
3.Narcolepsi
Narcolepsi merupakan keinginan tidur yang tidak terkendali dan berulang dan kehilangan tonus otot ekstremitas. Bersifat familial dan penyebabnya tidak diketahui.
4.Kelainan psikiatrik
Kelainan psikiatrik yang sering disalah diagnosis sebagai epilepsi ada 2 macam, yaitu manifestasi psikiatri akut dan serangan pseudoepileptik.
Menurut jeavons kelainan psikitrik akut merupakan salah diagnosis sebagai epilepsi urutan kedua setelah sinkop. Serangan gelisah dan panik yang kadang-kadang disertai ngompol (urinary contince), serangan takut, sakit epigastrik disalah diagnosis sebagai serangan parsial kompleks. Dengan pemeriksaan EEG, dapat dibedakan dengan serangan epilepsi. Pasien ini betul-betul kasus dan pengobatan oleh psikiater.
Serangan pseudoepileptik (pseudoepileptic seizure, nonepileptic seizure, hysterical seizure, atau psychogenic seizure) sering terjadipada dewasa muda,tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak berumur 4-6 tahun. Serangan biasanya terjadipada anak yang menderita epilepsi, kadang-kadang dapat pula terjadi pada anak bukan pasien epilepsi. Serangan serupa meniru serangan epilepsi seperti bentuk tonik klonik, tonik atau parsial kompleks, tetapi tidak mirip betul dengan serangan epilepsi, lebih mirip gerakan-gerakan yang diatur, serangan tidak mendadak, bertahap dan berulang-ulang. Biasanya didahului oleh perasaan pusing, perasaan aneh, kelumpuhan sebelah atau kedua belah anggota gerak. Biasanya tidak terdapat keadaan postiktal. Pasien segera bangun, dan bahkan pada waktu serangan akan menghindari serangan sakit dan menolak apabila matanya dibuka. Serangan tidakpernah terjadi pada waktu sedang tidur. Serangan sering terjadi pada anak perempuan, dan dasarnya kelainan psikiatrik. Pada pasien epilepsi dengan intractable epilepsy, pikirkan kemungkinan serangan pseudoepileptik. Pasien ini perlu pengobatan psikiatrik.
Perbedaan epilepsi dengan kejang psikogenik

Epilepsi
Kejang Psikogenik
Pencetus
Tidak biasa
Biasanya emosi
Suasana
Saat tidur / sendirian
Biasanya ketika bersama banyak orang, jarang waktu tidur
Prodroma
Jarang
Sering
Awal
Mendadak, aura +/-
Berangsur dengan meningkatnya emosi
Jeritan pada awal
Sering
Jarang
Inkontinansia
Sering
Tidak terjadi
Lidah tergigit
Sering
Jarang
Cedera
Sering
Jarang
Vokalisasi
Hanya saat autmatisme
Biasa selama serangan
Fenomena motorik
Stereotip
Bervariasi
Kesadaran
Menurun
Normal
Pengekangan
Tidak berpengaruh
Melawan, kadang-kadang menghentikan serangan
Durasi
Pendek
Dapat memanjang
Henti serangan
Pendek (automatisme memanjang) Bingung mengantuk, tidur
Berangsur, seringkali dengan emosi, seringkali siuman tanpa rasa bingung
5.Breath Holding Spells (Serangan Nafas Terhenti Sejenak)
Serangan nafas terhenti sejenak sering terjadi pada anak, yaitu 4% anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Mereka membagi Serangan nafas terhenti sejenak menjadi 2 jenis, yaitu jenis sianotik (cyanotic breath-holding spell) dan jenis pucat (pallid breath-holding spell atau white breath-holding spell).
Serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik timbul karena adanya faktor pencetus berupa marah, takut, sakit atau frustasi. Biasanya anak menangis kuat sebentar kemudian menahan nafas panjang dalam ekspirasi, menjadi sianosis, lemas dan tidak sadar. Pada waktu sianosis kadang-kadang diikuti kekakuan seluruh tubuh sebentar, kadang-kadang diikuti oleh 2-3 sentakan (jerks), kemudian anak bernafas kembali dan menjadi sadar. Serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik dengan kekakuan badan dan sentakan ini juga disebut juga jenis kejang dan kadang-kadang disalah diagnosis sebagai epilepsi. Terjadinya serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik diduga disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak karena peninggian tekanan dalam rongga dada.
Serangan nafas terhenti sejenak jenis pucat sangat berbeda dengan serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik. Serangan biasanya timbul karena trauma ringan terutama benturan pada kepala, anak menjadi frustasi dan marah, kemudian menjadi tidak sadar, pucat, kaku dan atau opistotonus. Kadang-kadang tidak didahului oleh menangis atau menangis singkat. Tidak terdapat sianosis, kadang-kadang disertai mata melirik ke bawah dan sentakan-sentakan anggota gerak (jerking). Hal ini menyebabkan disalah diagnosissebagai epilepsi. Mekanismenya berbeda dengan serangan nafas terhenti sejenak sianotik. Terjadinya karena kegagalan sirkulasi yang disebabkan oleh karena asistole. Asistole disebabkan oleh terangsangnya refleks vagal. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan penekanan pada biji mata, maka akan terjadi asistole dan timbullah serangan serangan nafas terhenti sejenak sianotik. 75% serangan nafas terhenti sejenak timbul pada umur 6-18 tahun. Serangan pada umur yang lebih muda dapat terjadi, tetapi jarang. Serangan ini tidak berbahaya, tidak menyebabkan retardasi mental, tidak menyebabkan epilepsi, dan tidak perlu pengobatan.
6.Tics
Tic berupa gerakan kepala, kadang-kadang disertai dengan gerakan mata berkedip-kedip, kadang-kadang ada gerakan tangan dan pasien tetap sadar. Hal ini mudah dibedakan dengan serangan epilepsi, karena gerakan-gerakan dapat dihentikan dengan memanggil pasien.
7.Sindrom neurologis periodik tanpa gangguan kesadaran
Misalnya: TIA, migren, tetani, dan hiperventilasi.
2.9 Terapi
Tujuan Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain : menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping OAE.
Prinsip terapi farmakologi :
·         OAE mulai diberikan bila :
·         Diagnosis epilepsy telah dipastikan (confirmed)
·         Setelah pasiendan keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan
·         Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping OAE yang akan timbul.
·         Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi
·         pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
·         bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol bangkitan,makaperlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar tarapi, maka OAE pertama diturunka bertahap (tapering off),perlahan – lahan.
·         penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
·         pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
·dijumpai focus epilepsy yang jelas pada EEG
·pada pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
·pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak
·terdapat riwayat epilepsy pada saudara sekandung (bukan orang tua)
·riwayat bangkitan simtomatik
·Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP.
·Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
·         efek samping obat perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar obat.
Keberhasilan suatu terapi pada hakekatnya didasarkan atas pemilihan obat yang sesuai dan hubungan dosis dengan respon yang dihasilkan. Hubungan dosis dengan respon ini melibatkan berbagai variabel, antara lain : farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat.
Farmakodinamik yaitu kepekaan jaringan terhadap konsentrasi dari obat di serum. Pada obat anti epilepsi farmakodinamik dapat diabaikan, misalnya kadar difenilhidantoin serum 20 u/ml, ini efektif untuk kebanyakan individu.
Farmakokinetik, yaitu meliputi berbagai proses yang mempengaruhi konsentrasi obat dalam serum. Misalnya penderita yang diberikan diphenilhidantoin dengan dosis 3×100 mg, pada beberapa individu dicapai level serum yang berlainan. Faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain : metabolisme, distribusi, dan ekskresi.
1.Absorbsi
Absorbsi dilantin per os lebih baik dalam bentuk garam sodium (garam karena larut dalam air), dibandingkan dengan basa. Pada kapsul sering dimasukan bahan pengisi (binding substance), yang seharusnya bahan inert tapisering mengadakan reaksi dengan bahan dalam kapsul. Contoh diaustralia biasanya bahan pengisi adalah ca glukonas, kemudian digantidengan laktulosa yang lebih meningkatkan absorbsi dilantin, sehinga di australia pernah terjadi epidemi intoksikasi.
Pada keadaan diare absorbsi oabat akan terganggu, sehingga pada diare dosis perlu ditingkatkan.
2.Distribusi
Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Banyak obat yang didistribusikan oleh serum protein, 10% dalam bentuk bebas. Bentuk bebas inilah yang masukjaringan otak melalui blood brain barrier, sehingga merupakan bentuk yang terpenting untuk pengobatan. Hal ini penting karena di indonesia banyak obat yang dapat menurunkan protein plasma. Hal-hal yang mempengaruhi protein plasma adalah :
·Hipoalbumin
Obat yang di ikat protein serum berkurang, sehingga bentuk bebas meningkat. Dengan dosis yang sama penderita hipoalbumin akan mengalami intoksikasi.
·Competitive binding protein
Biladiberikan tiga obat yang mengikat protein, maka protein yang mengikat obat anti epilepsi akan berkurang, sehingga bentuk bebas akan meningkat. Sedapat mungkin berikan obat anti epilepsitunggal (monodrug).
Bilirubin juga mengikat protein, sehingga pada penyakit hepar yang meningkatkan kadar bilirubin darah, dosis obat anti epilepsi harus diturunkan.
3.Metabolisme
Hampir semua obat anti epilepsi diubah melalui hepar, dan kemudian baru dieliminasi melalui ginjal. Terdapat duakelompokdalam metabolismeini, yaitu : 1). Kelompok metabolisme cepat 2). Kelompok metabolisme lambat. Hal ini juga ditentukan oleh umur, pada nak-nak biasanya masukdalam kelompokfast metabolism, sehingga membutuhkan dosis lebih besar, sedangkan pada usia lanjut masuk dalam kelompok slow metabolism, sehingga membutuhkan dosis lebih kecil.
Sehubungan dengan metabolisme obat, dikenal istilah waktu paruh (serum half life), yaitu waktu yang diperlukan sehingga konsentrasi obat di serum tinggal separuh dari konsentrasi semula. Misalnya waktu paruh dilantin adalah 22 jam, berarti setelah 22 jam level dilantindalam serum menjadi separuh dari semula. Waktu paruh ini berguna untuk menentukan :
·Frekuensi pemberian obat
Dengan waktu peruh dilantin 22 jam, sebetulnya cukuppemberian dilantin 1x sehari, tetapi oleh karena alasan mengganggu lambung, maka diberikan 2-3x sehari.
·Plateau level
Pemberian obat akan meningkatkan ladar serum obat di darah sampaitercapi kadar pleateu level. Pada keadaan ini, walaupun obat diberikan terus, kadar obat dalam serum akan tetap.
Pateau level, pada tiap obat berbeda, oleh karena itu jangan mengganti obat sebelum plateau level. Biasanya keadaan ini tercapaisetelah 5 kali waktuparuh. Misalnya dilantin, oleh karena waktu paruh 22 jam, maka setelah 5 X 22 jam = 110 jam, (5,5 hari), baru obat boleh diganti atau dinaikan dosisnya.
·Menentukan eliminasi obat
·Berapa lama obat dikeluarkan semua, pada kasus-kasus intoksikasi obat, misalnya luminal waktu paruh adalah 140 jam, berarti membutuhkan waktu sekitar 700 jam (30hari) untuk mengubah dosis luminal.
Pada keadaan tertentu harus hati-hati dalam menentukan dosis obat, misalnya :
ØNeonatus : oleh karena metabolisme sangat cepat, dosis relatif lebih besar.
ØUsia lanjut: dosis dikurangi.
ØKehamilan : metabolisme lebih cepat, oleh karena perubahan hormonal atau hepar janin dalam kandungan ikut dalam metabolisme. Jadi obat lebih tinggi, tetapi kejang dalam kehamilan cenderung menurun.
4.Ekskresi
Ekskresi obat anti epilepsi sebagian besar melalui urin, sebagian kecil di ekskresi lewat feses. Penyakit ginjal akan mempengaruhi ekskresi, sehingga dosis perlu diturunkan.
Jenis obat anti epilepsi
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi antar obat anti epilepsi
Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan
Tabel 2. pemilihan OAE didasarkan atas jenis sindrom epilepsi
Lanjutan tabel 2.
Steroid : Prednisolone atau ACTH
Tabel 3. Dosis obat anti epilepsi untuk orang dewasa
Tabel 4. Efek samping obat anti epilepsi klasik
Tabel 5. Efek samping obat antiepilepsi baru
Tabel 6. Interaksi farmakokinetik antar obat anti-epilepsi
Jenis Obat Antiepilepsi
Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa obat anti epilepsi yang sering digunakan.
Asam valproat
Digunakan pada epilepsi motor minor (mioklonik), absens, tonik-klonik dan serangan parsial maupun kompleks. Asam valproat dianggap meninggikan efek inhibisi postsinaptik GABA, menghambat pembentukan gelombang paku dan menghambat jaras neuronal eksitatorik. Dosis awal pada orang dewasa adalah 500-1000 mg/hari, kemudiandosis rumatan 500-2500 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 12-18 jam, waktu tercapainya steady state 2-4 jam.
Hubungan dosis dengan kadar serum cukup kompleks, karena masa paruh yang pendek dan ikatan protein yang besar. Pada kadar plasma valproat yang rendah, ikatan protein mencapai 90-95%, namun dengan meningkatkan dosis, maka ikatan proteinnya menurun drastis, sehingga kadar serum tidak naik secara proporsional dengan dosis. Interaksi dengan fenobarbital akan meningkatkan kadar fenobarbital sehingga menimbulkan sedasi berat. Kombinasi dengan fenitoin dan karbamazepin dapat meningkatkan kadar kedua otot, sedangkan kombinasi dengan aspirin akan menyebabkan kenaikan kadarvalproat.
Efek samping idiosinkratik berupa ruam kulit, gagal hati akut, pankreatitis akut dan diskrasia darah (trombositopenia, anemia dan leukopenia). Gejala intoksikasi berupa mengantuk, vertigo dan perubahan perilaku. Efek pemberian kronik adalah mengantuk, perubahan perilaku, tremor, hiperamonia, bertambahnya berat badan, rambut rontok, penyakit perdarahan dan gangguan lambung.
Karbamazepin
Merupakan obat utama untuk epilepsi parsial (sederhana dan kompleks) dan epilepsi umum tonik-klonik. Dosis pada orang dewasa 400-600 mg/hari, kemudian dosis rumatan 400-1600 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 15-35 jam, waktu tercapainya steady state 2-7 hari. Efek idiosinkratik berupa ruam kulit dan diskrasia darah. Gejala intoksikasi berupa diplopia, vertigo, pusing, inkoordinasi dan kadang-kadang gejala distonik. Akibat pemberian kronik dapat menimbulkan hiponatremia, gangguan fungsi hati dan leukopenia. Karena rumus kimianya serupa antidepresan trisiklik, maka obat ini sering memberikan perasaan enak dan peningkatan kesadaran.
Pemberian dosis terapeutik pada pasien absens atipis atau serangan epilepsi minor lainnya akan memperberat serangan status absens atau miokonus nonepilepsi yang terus menerus. Pemberian bersama obat lain misalnya Ca channel blocker, INH dan erittromisin dapat mempercepat timbulnya toksisitas karena menghambat metabolismenya.
Pemeriksaan laboratorium rutin berupa darah tepi lengkap dalam waktu 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan setelah dimulinya pengobatan, dan kemudian setiap 6 bulan.
Meskipun karbamazepin mempunyai banyak efek samping, tapi obat ini lebih unggul dibanding fonobarbital dan fenitoin karena memperbaiki fungsi kognitif.
Fenobarbital
OAE ini berguna untuk mengatasi kejang tonik-klonik umum (grand mal), serangan parsial sederhana-kompleks, sebagian besar kejang lain. Fenobarbital diberikan dengan dosis awal 50-100mg/hari, dengan dosis rumatan 50-200 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 50-170 jam. Efek samping idiosinkratik fenobarbital berupa ruam kulit dan diskrasia darah (jarang), sedangkan efek intoksikasi terbanyak adalah mengantuk dan hiperaktivitas. Kadang-kadang terdapat mual, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Akibat pemberian kronik adalah mengantuk, perubahan perilaku, perubahan perasaan, gangguan intelektual, penyakit tulang metabolik dan gangguan jaringan ikat.
Pada PET Scan tampak adanya penurunan metabolisme glukosa lokal pada otak pada 37% kasus dan secara klinis ditemukan adanya depresi, gangguan tidur, konsentrasik dan fungsi kognitif. Meskipun banyak efek sampingnya, kelebihan fenobarbital adalah merupakan antikonvulsan yang aman dan murah. Substitusi karbanazepin untuk fenobarbital atau fenitoin akan memperbaiki memori, konsentrasi dan kecepatan mental-motor. Fenobarbital dapat merangsang metabolisme dan mengurangi efektivitas antikonvulsan lain seperti karbamazepin dan fenitoin. Pemberian bersamaan dengan asam valproat dapat menimbulkan somnolensi yang nyata. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak diperlukan.
Fenitoin
Berguna untuk kejang tonik-klonik umum, serangan parsial (sederhana-kompleks) dan beberapa jenis kejang lainnya. Fenitoin tidak boleh diberikan pada serangan bangkitan atonik, karena dapat memperberat serangan bangkitan atonik.
Dosis awal adalah 200-300 mg/hari, kemudian dosis rumatan 400-1600 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 10-80 jam, waktu tercapainya steady state 3-15 hari. Penggunaan bersama fenobarbital, karbamazepin, valproat, INH dan kloramfenikol dapat meningkatkan kadar bebas fenitoin. Efek samping idiosinkratik berupa ruam kulit, diskrasia darah dan reaksi imunologis. Efek intoksikasi berupa vertigo, gerakan involunter, pusing, mual, nistagmus, sakit kepala, ataksia, letargi dan perubahan perilaku. Efek samping pemberian kironik berupa hirsutisme, hipertrofi ginggiva, gangguan perilaku dan fungsi kognitif. Dapat terjadi peniggian SGOT-SGPT yang secara klinis kurang berarti.
Efek samping yang berat adalah kelainan hematologis (trombositopenia, leukopenia, anemia) dan sindrom Steven Jhonson. Untuk pemeriksaan rutin diperlukan pemeriksaan darah tepi lengkap setiap tahun.
Penghentian OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua halpenting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umumuntuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan.
·         Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut :
ØPenghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun.
ØGambaran EEG normal
ØHarus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25 % dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
ØPenghentian dimulaidari satu OAE yang bukan utama.
·         Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinanya pada keadaan sebagai berikut :
ØSemakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan semakintinggi.
ØEpilepsi simtomatik
ØGambaran EEG normal
ØSemakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
ØTergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita ; sangat jarang pada sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25 % pada epilepsi lena masa anak kecil, 25-75 % epilepsi partial kriptogenik / simtomatik, 85-95 % pada epilepsi mioklonik pada anak.
ØPenggunaan lebih dari satu OAE
ØMasih mendapat satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
ØMendapat terapi 10 tahun atau lebih
·         Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali
Maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE) kemudian di evaluasi kembali.
Terapi status Epileptikus
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30menit atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu bangkitan.
Klasifikasi :
·         SE konvulsif (bangkitan umum tonik klonik)
·         SE non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik klonik)
Protokol penanganan SE
Tabel 7. Penanganan status epileptikus konvulsivus
Status epileptikus refrakter
Pada umumnya sekitar 80 % pasiendengan SE konvulsif dapat terkontrol dengan pemberian benzodiazepin atau phenytoin. Bila bangkitan masih berlangsung, yang kita sebut sebagai status epileptikus refrakter, maka perlu penanganan di ICU untuk dilakukan tindakan anastesi.
Tabel 8. tindakan anastesi untuk status epieptikus refrakter
Status epileptikus non konvulsif
·         Dapat ditemukan pada 1/3 kasus status epileptikus
·         Dapat dibagi menjadi SE lena, SE partial kompleks, SE non konvulsif pada pasien dengan koma dan SE pada pasien dengan ganguan belajar.
·         Pemilihan OAE untuk SE non konvulsif tercantum pada tabel 9
Tabel 9. Terapi status epileptikus non konvulsivus
Terapi Epilepsi Refrakter
Definisi : seseorang yang mengalami bangkitan berulang, meski telah dicapai kadar terapiOAE dalam satu tahun terakhir setelah awitan (onset). Bangkitan tersebut benar-benar akibat kegagalan OAE untuk mengontrol fokus epileptik, bukan karena dosis yang tidak tepat, keyidaktaatan minum OAE, kesalahan pemberian atau perubahan dalam formulasi.
Penanganan Epilepsi Refrakter
·         Terapi bedah
·         Stimulasi nervus vagus
·         Modifikasi tingkah laku
·         Relaksasi
·         Mengurangi dosis OAE
Terapi bedah epilepsi
Tujuan : agar pasien dapat hidupsenormalmungkin
ØTerutama adalah membuat pasien terbebas kejang
ØMeningkatkan kualitas hidup pasien
ØMenurunkan morbiditas
ØMenurunkan kecacatan psikososial
ØMeminimalkan defisit neurologik fokal
Kriteria
ØSindrom epilepsi fokal dan simtomatik yang refrakter terhadap OAE
ØIQ > 70
ØTidak ada kontra indikasi pembedahan
ØUsia
ØTidak ada kelainan psikiatrik yang jelas
Indikasi
ØEpilepsi refrakter
ØSecara umum pada epilepsi dengan durasi lama (bebrapa tahun)
ØMenganggu kualitas hidup
ØManfaat operasi lebih besar daripada resiko
Kontra-indikasi
ØKontra-indikasi absolut
üPenyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun degeneratif)
üSindrom epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari.
ØKontra-indikasi relatif
üKetidak patuhan penderita terhadap pengobatan
üPsikosis interiktal
üMental retardasi
Evaluasi prabedah perlu dilakukan untuk mengklarifikasi 3 halsebagai berikut :
ØMengidentifikasi daerah kortikal yang dapat menyebabkan bangkitan (lokasi dan penyebaran zona epileptogenik), sehingga biladilakukan pengangkatan atau pemutusan daerah tersebut dapat menyebabkan pasien bebas kejang
ØKemungkinan terganggunya kognisi dan keadaan emosi pasien akibat operasi
ØPengaruh operasi pada kehidupan sosial pasien.
2.10Prognosis
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi, sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognose tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik prognosenya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayidan usia dibawah tiga tahun prognosenya relatih buruk.