Pages

Jumat, 12 November 2010

EPILEPSI (Bag 1)

Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang berarti “serangan” dan menunjukkan, bahwa “sesuatu dari luar badan seseorang menimpany, sehingga ia jatuh”. Epilepsi tidak dianggap sebagai suatu penyakit, akan tetapi sebabnya diduga sesuatu di luar badan si penderita, biasanya dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan gaib yang menimpa seseorang. Anggapan demikian masih ada dewasa ini, terutama dikalangan masyarakat yang belum terjangkau oleh ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.1
Orang pertama yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit ialah Hipocrates. Ia menduga, bahwa serangan epilepsi adalah akibat suatu penyakit otak yang disebabkan oleh keadaan yang dapat difahami dan bukan akibat kekuatan gaib.1
Penelitian-penelitian di seluruh dunia mengenai berbagai aspek epilepsi, termasuk dasar neurobiologi, neurokimia dan neurofisiologi serangan epilepsi, gambaran klinik, diagnosis, pengobatan, aspek psikososial dan lain-lain telah banyak memberi sumbangan dalam meningkatkan pengertian tentang epilepsi dan penanggulangannya. Namun masih banyak yang belum jelas mengenai dasar serangan epilepsi, terutama yang menyangkut patofisiologi seluler dan molekuler.
Penanggulangan utama epilepsi ialah dengan obat-obat antiepilepsi. Namun epilepsi merupakan salah satu keadaan yang dapat menimbulkan masalah paling sulit dalam farmakoterapi. Kesukaran dalam penanggulangan epilepsi dengan obat-obat antiepilepsi (OAE), diantaranya disebabkan oleh banyaknya jenis serangan epilepsi yang memerlukan OAE tertentu, sifat individual pengobatan, prognosis mengecewakan pada sebagian kasus, lamanya pengobatan, sering dengan lebih dari satu obat, interaksi obat-obat, efek samping, toksisitas menahun, berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengobatan dan lain-lain.1
Hasil penelitian-penelitian tentang mekanisme dasar serangan epilepsi di tingkat sel dan molekul telah memungkinkan penemuan obat-obat yang dapat mencegah serangan. Walaupun dewasa ini telah banyak jenis OAE tersedia, namun dalam 25% penderita terdapat “intractable epilepsy” atau “refractory epilepsy”, yakni epilepsi yang tidak dapat atau sukar diobati dengan OAE. 1
Kemajuan dalam penelitian tentang mekanisme dasar serangan epilepsi memungkinkan, bahwa sebagian kasus “intractable epilepsy” dapat ditanggulangi dengan jalan operasi (lobektomi,komisurotomi). 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.2
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak , bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). 2
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas. 2
2.2Epidemiologi
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara berkembang. Penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita wanita, dan lebih sering dijumpai pada anak pertama.3, 4
Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per 1000 penduduk, sedengkan angka insidensi epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut.1, 3, 4
2.3Etiologi
Tiap kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat membangkitkan bangkitan epilepsi atau bangkitan kejang, tetapi untuk terjadi bangkitan epilepsi dibutuhkan beberapa faktor yang berperan bersama-sama. Beberapa faktor bertindak serempak dalam mencetuskan bangkitan epilepsi pada individu yang peka. 5
Etiologi epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Gangguan fisiologis ini melibatkan stabilitas sistim talamik-intralaminar dari substansia kelabu basal dan mencakup Reticular Activating System dalam sinkronisasi lepas muatan sebagai akibatnya dapat terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik klonik. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik. 2, 5
Kriptogenik, dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West, sindroma Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuia dengan ensefalopati difus. 2
Simptomatik dapat terjadi bila fungsi oatak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial atau ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab ekstrakranial misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi). Jaringan patologis seperti jaringan tumor bukanlah epileptogenik namun sel neuron disekitarnya yang menjadi terganggu fungsi dan metabolismenya dapat merupakan fokus epileptik, jejas otak oleh trauma lahir dan defek perkembangan dapat disertai epilepsi, pada usia lanjut tumor otak, penyakit degeneratif, dan kelainan pembuluh darah merupakan penyebab tersering. 2, 5
2.4Faktor Pencetus
Ada berbagai pencetus terjadinya serangan pada penyandang epilepsi. Pada penyandang epilepsi ambang rangsang serangan/kejang menurun pada berbagai keadaan sehingga timbul serangan. Faktor-faktor pencetus dapat berupa:6
1.Faktor Sensoris
a.Cahaya yang berkedip-kedip
b.Bunyi-bunyi yang mengejutkan
c.Air panas
2.Faktor Sistemik
a.Demam
b.Penyakit infeksi
c.Obat-obatan tertentu
d.Hipoglikemi
e.Makan tidak teratur
f.Kelelahan fisik
3.Faktor Mental
a.Stress
Fotosensitif
Ada sebagian kecil penyandang epilepsi yang sensitif terhadap kerlipan/kilatan sinar (flashing lights) pada kisaran antara 10-15 Hz, seperti diskotik, pada pesawat TV yang dapat merupakan pencetus serangan. Dalam hal ini hindarilah pergi ke diskotik dan bila menonton pesawat TV harus ada jarak yang cukup jauh, pada sudut tertentu dari pesawat dan ruangan yang cukup terang.
Infeksi
Infeksi biasanya disertai dengan demam. Dan demam inilah yang merupakan pencetus serangan karena demam dapat mencetuskan terjadinya perubahan kimiawi dalam otak, sehingga mengaktifkan sel-sel otak yang menimbulkan serangan. Faktor pencetus ini nyata pada anak-anak.
Obat-obatan Tertentu
Beberapa obat dapat menimbulkan serangan seperti penggunaan obat-obat antidepresan trisiklik, obat tidur (sedatif) atau fenotiazin. Menghentikan obat-obat penenang/sedatif secara mendadak seperti barbiturat dan valium dapat mencetuskan kejang.
Alkohol
Alkohol dapat menghilangkan faktor penghambat terjadinya serangan. Biasanya peminum alkohol mengalami pula kurang tidur sehingga memperburuk keadaannya. Penghentian minum alkohol secara mendadak dapat menimbulkan serangan.
Perubahan Hormonal
Pada masa haid dapat terjadi perubahan siklus hormon (berupa peningkatan kadar estrogen) dan stress, dan hal ini diduga merupakan pencetus terjadinya serangan. Demikian pula pada kehamilan terjadi perubahan siklus hormonal yang dapat mencetuskan serangan.
Kurang Tidur
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak sehinggadapat mencetuskan serangan.
Stress Emosional
Stress dapat meningkatkan frekuensi serangan. Peningkatan dosis obat bukanlah merupakan pemecahan masalah, karena dapat menimbulkan efek samping obat. Penyandang epilepsi perlu belajar menghadapi stress. Stress fisik yang berat juga dapat menimbulkan serangan.
Setiap orang mempunyai ambang rangsang tertentu, yang sebagian besar ditentukan oleh faktor keturunan. Artinya ialah bila ada sejumlah orang diberikan rangsang kejang yang sama,hanya satu dua orang mengalami rangsangan, sedangkan sebagian lain tidak. Mereka yang tidak mengalami serangan karena mempunyai ambang rangsang serangan yang cukup tinggi. Ambang rangsang serangan ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor non-spesifik seperti tidak tidur untuk jangka waktu yang lama, atau terlalu letih.
Stress Fisik
Stress fisik dapat menimbulkna hiperventilasi dimana terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah yang mengakibatkan terjadinya penciutan pembuluh darah otak yang dapat merangsang terjadinya serangan epilepsi.
2.5Patofisiologi 1
Dewasa ini sudah diketahui , bahwa dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi membran neuron-neuron piramidal dan transmisi pada sinaps. Dapat dikatakan, bahwa mekanisme serangan epilepsi ialah mekanisme fisiologik normal yang berlebihan.
Tiap sel yang hidup, termasuk neuron-neuron otak, mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstra ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca, Na dan Cl,sedangkan keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Biasanya membran sel dalam keadaan polarisasi yang dapat dipertahankan oleh karena adanya suatu proses metabolisme aktif, “pompa sodium” yang mengeluarkan ion Na dari dalam sel. Energi yang diperlukan untuk mendistribusi ion K dan Na serta mempertahankan potensial membran diperoleh dari hasil proses metabolisme sel.
Dalam keadadan istirahat neuron mempunyai potensial listrik tertentu. Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya dan tergantung pada neuron-neuron otak mana yang melepaskan muatan listriknya akan terjadi gerakan otot, rasa sesuatu atau timbul persa panca indera. Dalam keadaan fisiologis neuron melepaskan muatan listriknya apabila potensial membrannya diturunkan oleh potensial aksi yang tiba pada neuron tersebut. Potensial aksi itu disalurkan melalui neurit asendens dan desendens yang bersinaps dengan dendrit-dendrit dan badan sel neuron. Dendrit-dendrit dan neurit adalah bagian dari suatu neuron, sehingga membran dendrit dan neurit adalah juga membran neuron.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan neuron-neuron lain, membentuk sinaps dan melepaskan zat transmiter kimiawi yang melalui sela sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Zat kimiawi tersebut dikenal sebagai neurotransmiter. Ada dua jenis neurotransmiter asam amino yang berperan, yakni neurotransmiter eksitatorik yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibitorik yang menimbulkan hiperpolarisasi, sehingga sel neuron menjadi lebih stabil dan tidak mudah melepaskan muatan listrik. Diantara neurotransmiter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat dan aspartat, sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gama-amino-butirik-asid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis neurotransmiter pada sinaps bersifat memudahkan, akan timbul lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Potensial aksi akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan berlepas muatan listrik. Hasil pengaruh kedua jenis neurotransmiter pada sinaps akan memungkinkan impuls diteruskan ke neuron berikutnya. Segera setelah terjadi depolarisasidalam waktu singkat sekali (2-5 msec) keadaan potensial membran kembali seperti semula.
Berbagai faktor diantaranya keadaan patologik dan faktor genetik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron, sehingga mudah dilalui oleh ion Na dan Ca dari ruang ekstra ke intraseluler. Dasar serangan epilepsi adalah depolarisasi berlebihan secara sinkron pada sejumlah neuron piramidal dalam fokus epileptik. Potensial depolarisasi ini pada elektroensefalogram dapat dilihat sebagai suatu gelombang tajam (spike), meskipun secara klinis tidak terjadi serangan (EEG interictal).
Potensial depolarisasi yang mendasari serangan epilepsi ini disebut penggeseran depolarisasi (depolarizing shift atau DS). Setelah DS biasanya terjadi hiperpolarisasi hebat dan berlangsung lama (post-DS HP), sehingga neuron-neuron secara bergantian terpacu pada waktu DS dan mengalami inhibisi selama post-DS HP. DS mencerminkan kombinasi arus-arus depolarisasi yang tergantungpada voltase (arus yang disebabkan oleh terbukanya saluran-saluran di membran bila sel-sel mengalami depolarisasi, yakni arus Na dan Ca) dan arus-arus pada sinaps akibat pengaruh neuro-transmiter eksitorik.
Influks Na dan Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran, sehingga terjadi lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan tidak terkendali. Pada sinaps-sinaps neurotransmiter-neurotransmiter eksitatorik memacu saluran-saluran yang dapat menimbulkan depolarisasi. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Sinkronisasi neuron-neuron terjadi karena beberapa mekanisme, diantaranya peningkatan lingkaran-lingkaran (sirkuit) eksitatorik lokal sebagai akibat reorganisasi lingkaran sinaptik secara menahun setelah terjadi suatu lesi atau secara akutpeningkatan kekuatan sinaps-sinaps eksitatorik yang dihasilkan oleh aktivitas berfrekuensi tinggi neuron-neuron. Peningkatan kekuatan sinaps eksitatorik dapat disebabkan oleh pengerahan reseptor N,methyl-D-asprtat (NMDA) yang diaktifkan oleh glutamat atau aspartat. Kompleks reseptor/ saluran ini selama tranmisi sinaps normal relatif tidak aktif, karena dibendung oleh magnesiuam. Namun bila neuron-neuron mengalami depalarisasi bendungan magnesium menjadi kurang efektif dan makin banyak saluran untuk depolarisasi akan diaktifkan.mekanisme tersebut di atas sebenarnya terdapat pada neuron-neuron normal dalam korteks, namun aktivasi yang berlebihan dapat dikendalikan oleh mekanisme inhibisi yang kuat.
Neuron-neuron juga dapat bersinkronisasi karena adnya arus-arus besar yang mengalir di ruang ekstraseluler sekitar dendrit-dendritnya, adanya perubahan lingkungan ekstraseluler selama kegiatan berlebihan (kadar K ekstraseluler meningkat dan Ca ekstraseluler menurun) dan karena adnya perangkai listrik.
Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa setelah berapa saat, serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik, selain itu jugasistem-sistem inhibisi pre- dan post-sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terusmenerus berlepas muatan ikut berperan.
Hiperpolarisasi yang terjadi setelah DS (pada EEG terlihat sebagai gelombang lambat dalam kompleks spike-wive) disebabkan oleh beberapa mekanisme. Misalnya inhibisi pada sinaps yang disebabkan oleh GABA, interneuron-interneuron inhibisi yang diaktifkan karena lepas muatan sel-sel piramid dan melakukan inhibisi pada neuron-neuron dalam fokus epileptik dan sekitarnya.selain itu arus-arus yang menyebabkan hiperpolarisasi (kebanyakan arus K) diaktifkan selama DS influks Ca selam DS dapat mengaktifkan arus-arus yang dibangkitkan oleh saluran-saluran ion (K dan CL ion) apabila konsentrasi Ca intraseluler mencapai tingkat tertentu.
Keadaan lain yang menyebabkan suatu serangan terhenti, ialahkelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak, diantaranya oksigen, ATP, kreatin fosfat dan neurotransmiter serta tertimbunnya zat-zat yang dapat menyebabkan inhibisi seperti CO2, sisa-sisa metabolisme dan zat asam amino. 1
Penyebaran Lepas Muatan Epileptik
Lepas muatan listrik epileptik dapat tetap bersifat lokal dan tidak menimbulkan gejala klinikwalaupun mungkin pada EEG terlihat gelombang runcing atau lambat fokal. Lepas muatan listrik epileptik dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak dan menimbulkan serangan yang sifatnya tergantung pada fungsi daerah otak yang tersangkut. Lepas muatan listrik dapat langsung menyebar ke neuron-neuron sekitar fokus epileptogen dan berangsur-angsur melibatkan makin banyak neuron seperti misalnya pada serangan motorik jackson atau dapat menjalar ke neuro-neuron daerah lain otak yang berhubungan dengan fokus tersebut melalui akson neuron-neuron. Penjalaran ini dapat berlangsung melalui beberapa jalur. Misalnya fokus di korteks serebri dapat menjalarkan lepas muatan listriknya melalui serabut-serabut asosiasi kortikal pendek ke daerah korteks lain di hemisfer yang sama, kemungkinan lain ialah penjalaran ke hemisfer kontralateral melalui serabut-serabut transkalosal dan serabut-serabt interhemisfer atau subkortikal lain, sehingga tercipta suatu fokus cermin. Lepas muatan listrik apileptik yang terbatas pada daerah korteks tertentu dapat menimbulkan serangan fokal. Gambaran klinik serangan fokal tergantung pada daerah korteks yang terlibat, sehingga dapat dijumpai berbagai jenis serangan, misalnya yang bersifat motorik , sensorik dan parsial kompleks. Lepas muatan epileptik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut kortikofugal ke formasioretikularis di batang otak, yakni ke inti-inti intralaminares talamus dan mesensefalon. Inti-inti intralaminares talamus dengan demikian dapat digalakkan oleh lepas muatan listrik epileptik sekelompok neuron kortikal, sehingga pada gilirannya melepaskan muatan listriknya secara berlebihan serta tidak teratur dan merangsang seluruh neuron otak melalui serabut-serabut yang menuju ke korteks kedua hemisfer. Hal ini menjelaskan bagaimana serangan epilepsi yang pada permulaan bersifat lokal dapat menjadi serangan umum kejang tonik klonik. Inti-inti intralaminares talamus merupakan pusat lintasan aferen aspesifik yang memberi masukan ke korteks serebri dan menentukan derajat kesadaran. Terputusnya pengiriman impuls aspesifik ke seluruh korteks serebri akibat lepasan muatan listrik berlebihan dan tidak terkendali neuron-neuron di talamus menyebabkan hilangnya kesadaran.
Serangan epilepsi yang dari permulaan bersifat umum tanpa ada pencetusan fokal disebut epilepsi umum primer atau kriptogenik. Pada epilepsi jenis ini tidak diketahui etiologinya dan diduga ada faktor genetik. Serangan epilepsi umum primer bersifat serangan kejang umum tonik klonik, serangan lena atau “absens” dan serangan miokloni. Diduga pada serangan umum primer yang pertama melepaskan muatan listrik abnormal ialah inti-inti intralaminares talamus, sehingga pada permulaan serangan sudah terdapat kehilangan kesadaran. 1
Fokus Epileptogen
Sebagai telah dikemukakan gangguan lepas muatan listrik atau sifat mudah terangsang neuron-neuron di korteks serebri dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Salah satu keadaan ialah berkembangnya salah satu daerah otak yang mengalami cedera menjadi suatu fokus epileptogen dalam waktu tertentu. Rupanya kerusakan jaringan pada daerah tersebut menimbulkan reaksi dari neuron-neuron yang masih utuh berupa tumbhnya serabut-serabutkolateral dari akson-aksonnya yang kemudian membentuk sinaps-sinaps menggantikan sinaps-sinaps yang rusak. Sinaps-sinaps baru ini mudah terpacu, sehingga menambah hubungan-hubungan antar neuron yang eksitatorik. Terjadi juga perubahan pada reseptor-reseptor NMDA sehingga mudah diaktifkan. Selain itu interneuron-interneuron inhibisi rentan terhadap hipoksi atau cedera, sehingga inhibisi akan berkurang. Keadaan tersebut dapat dijumpai di daerah lobus temporalis berupa sklerosis hipokampus pada epilepsi parsial kompleks (epilepsi lobus temporalis). 1
1. Gangguan fungsi neuron otakKetidakseimbangan:
L-glutamat,aspartat,achetilcoline↑ (eksitasi)
GABA, glisin ↓ (inhibitor)
2. Gangguan transmisi sinaps

Kelainan pelepasan muatan listrik sejumlah besar neuron.
Karena berbagai keadaan yang mempengaruhi metabolisme otak (tergantung: daerah yang mencetuskan muatan listrik abnormal dan jalur yang dilalui).
Sehingga serangan kejang beragam dan kompleks.
Gambar 1. Skema Pencetusan Kejang pada Epilepsi
2.6Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 terdiri dari:1, 2, 8
1.Bangkitan Parsial
1.1Bangkitan parsial sederhana
a)Motorik
b)Sensorik
c)Otonom
d)Psikis
1.2Bangkitan parsial kompleks
a)Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
b)Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
1.3Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
a)Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
b)Parsial komplek menjadi umum tonik klonik
c)Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik klonik
2.Bangkitan Umum
2.1Lena (absence)
2.2Mioklonik
2.3Klonik
2.4Tonik
2.5Tonik-klonik
2.6Atonik
3.Tak Tergolongkan
2.7Manifestasi Klinis
I. Epilepsi Parsial (Fokal)
Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas muatan listrik di suatu daerah dikorteks serebri (terdapat suatu fokus di korteks serebri).
Dibagi menjadi 3 macam :
ØEpilepsi parsial sederhana (simpel)
ØEpilepsi parsial kompleks
ØBangkitan umum sekunder
·         Epilepsi Parsial Sederhana (Simpel)
Manifestasinya bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena, bisa dengan gejala motorik, sensorik, autonom ataupunpsikis, dapat memprediksi kemungkinan lokasi anatomik tetapi yang sering pada lobus frontalis dan temporalis, merupakan penyakit serebral fokal, dapat mengenai berbagai umur, tidak terjadi penurunan kesadaran.
·Epilepsiparsial sederhana dengan gejala motorik
Fokus epileptik biasanya terdapat di girus presentralis lobus frontalis (pusat motorik). Kejang mulai di daerah yang mempunyai reprensetasi yang luas di daerah ini. Dimulai dari ibu jari, meluas ke seluruh tangan,lengan, muka, dan tungkai. Kadang-kadang berhenti pada satu sisi. Tetapi bila rangsangan sangat kuat, dapat meluas ke lengan atau tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang umum. Disebut sebagai jackson motorik epilepsi.
·Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik
Fokus epileptik terdapat digirus postsentralis lobus parietalis.penderita merasa kesemutan di daerah ibu jari, lengan, muka dan tungkai, tanpakejang motoris, yang dapat meluas ke sisi lain. Disebut sebagai jackson sensoric epilepsy.
·Epilepsi parsial sederhana dengan gejala Autonom
Sering sebagai komponen generalized seizures atau partial complex seizures yang berasal dari lobus Frontalis atau lobus Temporalis. Manifestasi klinisnya dapat berupa : perubahan warna kulit, perubahan tensi darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran pupil, berdirinya bulu roma.
·Epilepsi parsial sederhana dengan gejala Psikis
Fokus dapat di lobus temporalis, frontalis atau parietalis. Lebih sering sebagai aura pada complex partial seizures. Manifestasi klinisnya ada 6 macam :
ØDysphasic symptom
Korteks area bicara, paling banyak di lobus frontal, temporal atauparietal. Gejala – gejalanya :bicara terputus, bicara berkurang berat, postictal dysphasia. Repetitive kata-kata pada komplexs partial seizures yang berasal dari Hemisfere non dominant.
ØDymsnestic symptom (Gangguan Memori)
Fokus terdapat di lobus temporalis. Adanya deja vu dan deja entendí (pernah melihat atau mendengar), Jamais vu dan jamais entendu (belum pernah melihat atau mendengar).
ØCognitive symptoms
Focus terdapat di lobus temporalis. Mimpi, distorsi persepsi terhadap realita ~ depersonalisasi.
ØAffective symptoms
Focus di lobus temporalis : Symptom psikik (paling sering), terutama: rasa takut/ menyeramkan, diikuti manifestasi autonom (midriasis, perubahan warna kulit, bulu roma berdiri), lari menghindar / mencari bantuan, anak-anak mendatangi orang tuanya dengan wajah ketakutan, marah dan irritabiliti, depressi, kegembiraan, perasaan erotic, tenang.
Focus di lobus frontalis : tertawa tanpa kegembiraan.
ØStructured hallucination
Focus terdapat dilobus temporalis, parietal atau occipitalis
ØILLUSI
Focus di lobus temporalis, parietalis atau occipitalis. Ukuran (Makropsia, mikropsia), bentuk, berat, jarak, suara.
·         Epilepsi parsial kompleks
Fokus di lobus temporalis ± 60% dan di lobus frontalis ± 30%. Pada epilepsi parsial kompleks terdapat3 komponen, yaitu : aura, penurunan kesadaran dan automatisms. Epilepsi parsial kompleks disebut juga sebagai epilepsi psikomotor. Pada epilepsijenis ini, meskipun terdapat gangguan kesadaran, penderita masih dapat melakukan gerakan – gerakan otomatis. Penderita ini bila ditegur tidak menjawab. Umumnya penderita tidak melakukan tindak kriminal atau menyerang orang lain, tetapi dapat agresif bila dihalangi kemauanya. Setelah serangan berakhir penderita lupaapa yang telah dilakukanya (amnesia). Bila epilepsi ini sudah lama timbul, maka dapat timbul afasia sensorik dan hemianopsia oleh karena kelainan di lobus temporalis.pada rekaman EEG,akan terdapat gambaran spike,kadang – kadang slow-wave di daerah temporal.
·Aura : Identik dg parsial sederhana dg ber mcm manifestasi (psikis : affective ~ rasa takut/menyeramkan). Biasanya timbul dalam beberapa detik, jarang dalam menit, jam atau hari.
·Gangguan kesadaran dapat terjadi dengan gangguan kesadaran sejak onset atau onset parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran. Dapat berupa : absence and motor arrest “The motionless stare”, pandangan kosong, kaku, posturing, mild tonic jercking
·Automatism
Gerakan involunter yang terjadi selama atau akibat seizures, dalam periode tidak sadar. Paling sering, pada seizures lobus temporalis dan lobus frontalis.
Macam-macam Automatism
ØOro-alimentary : mengunyah, menelan, mencucu, meludah
ØMimicry : tertawa, marah, takut, heboh
ØGestrual : mengetuk-ngetuk tangan, menggosok-gosok tangan, gerakan menyuruh, mengatur/merapikan, membuka baju
ØAmbulatory Automatism : jalan berputar-putar, berlari
ØVerbal Automatisms : suara tak berarti, menderum/mendengung, bersiul, mendengkur, kata yang diulang-ulang/kalimat
ØResponsive Automatism : bertujuan, merespon rangsang dari lingkungan
ØViolent Behavior : bengis, tidak pernah diingat, tidak pernah direncanakan, tidak mahir, jarang dengan tujuan yang jelas
·         Bangkitan umum sekunder
Partial seizures sering sebagai aura yang terjadi beberapa detik, sebelum generalized seizures. Biasanya dalam bentuk :
·Parsial sederhana à tonik-klonik umum.
·Parsial kompleks à tonik-klonik umum.
·Parsial sederhana à parsial kompleks à tonik-klonik umum.
II. Epilepsi Umum (Generalized)
Pada kelompok ini, gambaran klinik dan atau perubahan EEG menunjukan bahwa dari awalnya cetusan epileptik melibatkan kedua hemisfer dengan serentak dan tidak ada petunjuk adanya suatu fokus epilepik di korteks serebri.
·         Epilepsi Grandmal (Tonic – Clonic Seizures)
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. Sebagian penderita beberapa hari sebelum serangan grandmal merasa tegang, cepat tersinggung, perubahan emosi, dll, sebagai gejala – gejala prodormal. Aura tidak terdapat pada grandmal dan bila ada aura berarti bukan grandmal murni, tetapi ada suatu focus. Jadi adanya aura menunjukan suatu tanda fokal (fokal sign).
Serangan dimulai dengan fase tonik selama ± 30 detik, dilanjutkan dengan fase klonik selama ± 60 detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 15 -30 menit.
·Fase Tonik
Semua lengan dan tungkai ekstensi, penderita tampak mengejan sehingga wajahnya merah. Kemudian penderita menahan nafas (apnea) selama ± 30 detik, pada akhir fase ini terjadi sianosis, tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya negatif, refleks patologis posotif. Kadang – kadang ngompolkarenakontraksi tonik involunter. Inkontinensia ini bias sebagai diagnosis banding organik atau histerik.
·Fase Klonik
Terjadi kejang ritmik, penderita bernafas kembali, kadang – kadang lidah tergigit, sehingga ludah bercampur darah (buih kemerahan). Pada fase ini wajah kembali menjadi normal, tekanan darah menurun, tanda – tanda vital normal.
·Fase Post-ictal
Setelah kejang penderita tertidur. Waktu penderita bangun mula – mula terjadi disorientasi, tetapi beberapa menit setelah fase ini penderita menjadi normal kembali, dan dapat berjalan seperti biasa.
Serangan grandmal kadang – kadang terjadi berturut – turut sehingga penderita tidak sadar untuk waktu yang lama. Bila antara kedua kejang penderita tidak sadar disebut sebagai status epileptikus. Bila penderita sering kejang dan diantara kedua kejang penderita sadar, disebut sebagai serial epileptikus.
B. ABSENCE SEIZURE (PETIT MAL / LENA)
Pada epilepsi jenis ini tidak terdapat kejang. Epilepsi ini ditandai oleh terjadinya gangguan kesadaran dalam waktu singkat (6-10 detik), tiba-tiba kehilangan kesadaran danaktivitas motorik, sehingga penderita tidak sampai jatuh (tonus otot normal). Penderita berhenti dari aktifitas yang dilakukan, seakan – akan melamun, kemudian melakukan aktivitas kembali. Gejala lain (pada serangan yang lama) :berkedip, gerakan klonik ringan, automatisme yang singkat. Serangan kadang – kadang dapat 10 – 20 kali dalam sehari (dapat berulang-ulang 100X/hari). Karena singkat, biasanya tidak diketahui orang sekitarnya. Serangan bersifat mengelompok, memburuk bila terbangun, dapat dicetuskan oleh : kelelahan, rileks, stimulasi fotik atau hiperventilasi. Serangan sangat banyak pada idiopathik generalized epileptic
EEG menunjukan gambaran yang sangat khas, yaitu dalam 1 detik terdapat 3 kompleks gelombang tumpuldan runcing, disebut 3/sec spike slow wave (3/sec S-W). Baik klinis maupun EEG dapat diprovokasi dengan hiperventilasi.
Epilepsi petit mal dapat tejadi pada masa anak-anak atau dewasa, akan tetapi banyak terdapat pada anak-anak awal usia sekolah. Penderita sering dimarahi gurunya karena melamun.
·         MIOKLONIK
Kontraksi otot sesaat, oleh karena lepas muatan listrik kortical. Dapat single atau berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling berat (the Flying Saucer Syndrom). Dapat dicetuskan oleh : suara, kejutan, photic stimulation, perkusi. Dapat terjadi pada semua umur, akan tetapi banyak terdapat pada anak-anak. Saat serangan terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut myoclonic jerking.
·         KlONIK
Epilepsi klonik jarang terjadi. Bangkitan ini selalu simtomatik. Bangkitan berupa gerakan jerking ritmik (klonik jercking) pd kedua tangan dan kaki, asimetris (sering), irreguler. Epilepsi klonik sering pada neonatus, bayi.
E.TONIK
kontraksi otot tonik mendadak, terjadi penurunan kesadaran tanpa klonik ( 20- 30 dtk), sering terjadi saat tidur, dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kontraksi otot-otot wajah; mata terbuka lebar; bola mata menarik keatas; extensi leher; spasme otot-otot extremitas bagian proximal sampai ke distal lengan diangkat keatas seperti menahan pukulan kepala; menangis sampai apneu (mungkin), kepala mengangguk-angguk dan perubahan posture yang ringan.
F.Epilepsi Atonik
Pada epilepsi atonik, secara mendadak penderita kehilangan tonus otot. Hal ini dapat mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan, misalnya tiba-tiba kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau secara tiba-tiba penderita terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh. Serangan ini berlangsung singkat, disebut sebagai drop attact. Serangan berlangsung hanya sebentar dan segera recovery.
III. Unclasified Epileptic Seizures
Jenis ini, tidak termasuk semua yang diatas, data tidak komplit, gejala-gejala yang timbul tidak sesuai : gerakan bola mata ritmik, mengunyah-ngunyah., gerakan seperti berenang, pernafasan berhenti. Banyak terjadi pada bayi
2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding 9
I. Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
·         Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi
·         Langkah kedua: apabila benar – benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkian yang ada termasuk bangkitan apa (lihat klisifikasi)
·         Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsy apa yang ditunjukan oleh bangkitan tadi, atau epilepsy apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejaladan tandan klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :
·         Anamesis (aotu dan alo-anamesis)
·         Pola / bentuk bangkitan
·         Lama bangkitan
·         Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
·         Frekuensi bangkitan
·         faktor pencetus
·         ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
·         usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
·         riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan perkembangan bayi atau anak
·         riwayat terapi epilepsi sebelumnya
·         riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
·         Pemeriksaan fisik umum dan neurologi
§Hal _halyang perlu diperiksa antara lain adanya tanda _ tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduanobat terlarang atao alkohol, dan kanker.

0 komentar:

Posting Komentar