Pages

Jumat, 12 November 2010

EPILEPSI (Bag 2)

·         Pemeriksaan fisik umum dan neurologi
§Hal _halyang perlu diperiksa antara lain adanya tanda _ tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduanobat terlarang atao alkohol, dan kanker.
3.Pemerikasaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti – bukti klinik dan indikasi, serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.
3.1Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Rekaman EEG sebaiknya dilakukanpada saat bangun tidur, dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan ( pada epilepsi refleks ). Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan ) pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya dengan mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti epilepsi (OAE).
Indikasi pemeriksaan EEG :
ØMenbantu menegakan diagnosis epilepsi
ØMenentukan prognosis pada kasus tertentu
ØPertimbangan dalam kasus pemghentian OAE
ØMembantu dalam menetukan letak fokus
ØBila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan sebelumnya)
3.2Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
ØSemua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
ØAdanya perubahan bentuk bangkitan
ØTerdapat defisit neurologik fokal
ØEpilepsi dengan bangkitan parsial
ØBangkitan pertama diatas usia 25 tahun
ØUntuk persiapan tindakan pembedahan
Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik dibandingkan dengan Computed Tomografi Scan (CT scan). MRIdapat mendeteksi sclerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI di indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.
3.3Pemeriksaan Laboratorium
ØPemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
ØPemeriksaan cairan serebrospinal,biladicurigai adanya infeksi SSP
ØPemeriksaan _ pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan metabolik bawaan.
II. Diagnosis Banding
Ada beberapa macam kelainan yang sering di salah diagnosis sebagai epilepsi. Salah diagnosis biasanya disebabkan oleh karena anamnesis yang kurang teliti,adanya riwayat epilepsi pada keluarga, adanya riwayat kejang demam sebelumnya, EEG abnormal, salah interprestasi bentuk serangan, dan adanya inkontinens misalnya ngompol setelah serangan. Pada makalah ini akan dibahas beberapa diagnosis banding epilepsi, daintaranya:
1.Sinkop
Sinkop adalah kehilangan kesadaran mendadak akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penyebab sinkop bermacam-macam, tetapi pada garis besarnya disebabkan oleh; 1) refleks vascular abnormal menyebabkan asistole atau hipotensi, 2) kegagalan refleks simpatetik menyebabkan hipotensi berat, 3) penyakit jantung intrinsik menyebabkan aritmia atau asistole jantung.
Apapun penyebabnya, sinkop selalu disertai oleh penurunan tekanan darah yang hebat (sampai nol atau sangat rendah). Dalam hal demikian mekanisme autoregulasi pembuluh darah di otak tidak dapat bekerja secara efektif, dan mengakibatkan terhentinya atau berkurangnya aliran darah di otak.
Jenis sinkop yang sering ditemukan ialah sinkop refleks, sinkop demam dan sinkop jantung. Sinkop refleks timbul karena faktor pencetus berupa gangguan emosi, melihat darah, rasa nyeri ringan, suntik, pemandangan atau kejadian yang tidak menyenangkan dan kadang-kadang waktu masuk atau keluar kamar mandi. Sinkop refleks terjadi pada waktu pasien berdiri atau duduk, terutama di tempat yang panas dan pengap, sebelum pingsan jarang terjadi pada pasien yang sedang berbaring. Gejala berupa: sebelum pingsan pasien merasa sesuatu misalnya dingin atau panas, pusing nausea, perasaan seperti pergi jauh, penglihatan kabur/gelap, pasien menjadi lemas, perlahan-lahan jatuh dan tidak sadar. Pasien tampak pucat dan berkeringat dingin. Bila serangannya berat, badan menjadi akaku, mata melotot ke atas atau kebawah dan kejang (convulsive syncope), kadang-kadang ngompol (urinary incontinence). Hal ini menyebabkan salah diagnosis sebagai epilepsi.
Serangan sinkop kadang-kadang berlangsung cepat dan pasien segera sadar kembali. Sinkop dapat terjadi pada segala umur, tetapi lebih sering pada anak besar atau remaja dan tersering pada wanita. Kira-kira sepertiga pasien sinkop tidak dikenal atau disalah diagnosis sebagai epilepsi. Kebanyakan sinkop dengan kejang disalah diagnosis sebagai serangan epilepsi umum atau parsial kompleks. Serangan sinkop tidak akan merusak otak dan tidak perlu diberikan antikonvulsan.
Sinkop demam (febrile syncope atau febrile refleks anoxic seizure) terjadi pada waktu demam. Gejala seperti kejang demam, terutama bentuk tonik. Untuk membedakan demam-kejang dan sinkope demam dilakukan penekanan pada bola mata pasien (oculocardiac refleks). Kalau timbul serangan berarti sinkop demam, bukan kejang-demam, tetapi hal ini ada bahayanya, karena penekanan bola mata dilaporkan dapat menyebabkan henti jantung lama (prolonged cardiac arrest) dengan koma sebentar. Sinkop jantung (syncope of cardiac arigin) jarang pada anak. Terjadi pada kelainan jantung misalnya tetralogi fallot. Kehilangan kesadaran karena anoksia anoksik, sebenarnya jarang disalah diagnosis sebagai epilepsi.
Perbedaan bangkitan epilepsi dengan sinkop

Epilepsi
Sinkop
Pencetus
Tidak biasa
Biasa (misal emosi)
Suasana
apapun
Posissi tegak, kondisi padat, panas, stres emosi
awal
Mendadak, aura +/-
Berangsur, merasa gelap/mual, penglihatan buram, berkeringat
Warna kulit
Pucat/merah (flushed)
Biasanya pucat
Inkontinensia
Sering terjadi
Jarang
Lidah tergigit
sering terjadi
Sangat jarang
Muntah
jarang
Sering terjadi
Fenomena motorik
Tonik/tonik-klonik,klonik menonjol dgn amplitudo & frekuensi khas
Lemas tanpa gerakan, mungkin ada sentakan klonik kecil singkat, inkoordinasi atau tonik
Pernafasan
Mendekur, mulut berbusa
Dangkal lambat
Cedera
Sering terjadi
Jarang
Pasca serangan
Bingung mengantuk, tidur
Cepat siuman tanpa rasa bingung
Lama
Beberapa menit
± 10 detik
2.Drop Attack
Penderita tiba-tiba jatuh karena ekstremitas inferior lemah akibat insufisiensi A. Basilaris. Sering disertai vertigo dan bicara sulit. Berlangsung sementara dan dapat sembuh sendiri.
3.Narcolepsi
Narcolepsi merupakan keinginan tidur yang tidak terkendali dan berulang dan kehilangan tonus otot ekstremitas. Bersifat familial dan penyebabnya tidak diketahui.
4.Kelainan psikiatrik
Kelainan psikiatrik yang sering disalah diagnosis sebagai epilepsi ada 2 macam, yaitu manifestasi psikiatri akut dan serangan pseudoepileptik.
Menurut jeavons kelainan psikitrik akut merupakan salah diagnosis sebagai epilepsi urutan kedua setelah sinkop. Serangan gelisah dan panik yang kadang-kadang disertai ngompol (urinary contince), serangan takut, sakit epigastrik disalah diagnosis sebagai serangan parsial kompleks. Dengan pemeriksaan EEG, dapat dibedakan dengan serangan epilepsi. Pasien ini betul-betul kasus dan pengobatan oleh psikiater.
Serangan pseudoepileptik (pseudoepileptic seizure, nonepileptic seizure, hysterical seizure, atau psychogenic seizure) sering terjadipada dewasa muda,tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak berumur 4-6 tahun. Serangan biasanya terjadipada anak yang menderita epilepsi, kadang-kadang dapat pula terjadi pada anak bukan pasien epilepsi. Serangan serupa meniru serangan epilepsi seperti bentuk tonik klonik, tonik atau parsial kompleks, tetapi tidak mirip betul dengan serangan epilepsi, lebih mirip gerakan-gerakan yang diatur, serangan tidak mendadak, bertahap dan berulang-ulang. Biasanya didahului oleh perasaan pusing, perasaan aneh, kelumpuhan sebelah atau kedua belah anggota gerak. Biasanya tidak terdapat keadaan postiktal. Pasien segera bangun, dan bahkan pada waktu serangan akan menghindari serangan sakit dan menolak apabila matanya dibuka. Serangan tidakpernah terjadi pada waktu sedang tidur. Serangan sering terjadi pada anak perempuan, dan dasarnya kelainan psikiatrik. Pada pasien epilepsi dengan intractable epilepsy, pikirkan kemungkinan serangan pseudoepileptik. Pasien ini perlu pengobatan psikiatrik.
Perbedaan epilepsi dengan kejang psikogenik

Epilepsi
Kejang Psikogenik
Pencetus
Tidak biasa
Biasanya emosi
Suasana
Saat tidur / sendirian
Biasanya ketika bersama banyak orang, jarang waktu tidur
Prodroma
Jarang
Sering
Awal
Mendadak, aura +/-
Berangsur dengan meningkatnya emosi
Jeritan pada awal
Sering
Jarang
Inkontinansia
Sering
Tidak terjadi
Lidah tergigit
Sering
Jarang
Cedera
Sering
Jarang
Vokalisasi
Hanya saat autmatisme
Biasa selama serangan
Fenomena motorik
Stereotip
Bervariasi
Kesadaran
Menurun
Normal
Pengekangan
Tidak berpengaruh
Melawan, kadang-kadang menghentikan serangan
Durasi
Pendek
Dapat memanjang
Henti serangan
Pendek (automatisme memanjang) Bingung mengantuk, tidur
Berangsur, seringkali dengan emosi, seringkali siuman tanpa rasa bingung
5.Breath Holding Spells (Serangan Nafas Terhenti Sejenak)
Serangan nafas terhenti sejenak sering terjadi pada anak, yaitu 4% anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Mereka membagi Serangan nafas terhenti sejenak menjadi 2 jenis, yaitu jenis sianotik (cyanotic breath-holding spell) dan jenis pucat (pallid breath-holding spell atau white breath-holding spell).
Serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik timbul karena adanya faktor pencetus berupa marah, takut, sakit atau frustasi. Biasanya anak menangis kuat sebentar kemudian menahan nafas panjang dalam ekspirasi, menjadi sianosis, lemas dan tidak sadar. Pada waktu sianosis kadang-kadang diikuti kekakuan seluruh tubuh sebentar, kadang-kadang diikuti oleh 2-3 sentakan (jerks), kemudian anak bernafas kembali dan menjadi sadar. Serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik dengan kekakuan badan dan sentakan ini juga disebut juga jenis kejang dan kadang-kadang disalah diagnosis sebagai epilepsi. Terjadinya serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik diduga disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak karena peninggian tekanan dalam rongga dada.
Serangan nafas terhenti sejenak jenis pucat sangat berbeda dengan serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik. Serangan biasanya timbul karena trauma ringan terutama benturan pada kepala, anak menjadi frustasi dan marah, kemudian menjadi tidak sadar, pucat, kaku dan atau opistotonus. Kadang-kadang tidak didahului oleh menangis atau menangis singkat. Tidak terdapat sianosis, kadang-kadang disertai mata melirik ke bawah dan sentakan-sentakan anggota gerak (jerking). Hal ini menyebabkan disalah diagnosissebagai epilepsi. Mekanismenya berbeda dengan serangan nafas terhenti sejenak sianotik. Terjadinya karena kegagalan sirkulasi yang disebabkan oleh karena asistole. Asistole disebabkan oleh terangsangnya refleks vagal. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan penekanan pada biji mata, maka akan terjadi asistole dan timbullah serangan serangan nafas terhenti sejenak sianotik. 75% serangan nafas terhenti sejenak timbul pada umur 6-18 tahun. Serangan pada umur yang lebih muda dapat terjadi, tetapi jarang. Serangan ini tidak berbahaya, tidak menyebabkan retardasi mental, tidak menyebabkan epilepsi, dan tidak perlu pengobatan.
6.Tics
Tic berupa gerakan kepala, kadang-kadang disertai dengan gerakan mata berkedip-kedip, kadang-kadang ada gerakan tangan dan pasien tetap sadar. Hal ini mudah dibedakan dengan serangan epilepsi, karena gerakan-gerakan dapat dihentikan dengan memanggil pasien.
7.Sindrom neurologis periodik tanpa gangguan kesadaran
Misalnya: TIA, migren, tetani, dan hiperventilasi.
2.9 Terapi
Tujuan Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain : menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping OAE.
Prinsip terapi farmakologi :
·         OAE mulai diberikan bila :
·         Diagnosis epilepsy telah dipastikan (confirmed)
·         Setelah pasiendan keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan
·         Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping OAE yang akan timbul.
·         Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi
·         pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
·         bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol bangkitan,makaperlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar tarapi, maka OAE pertama diturunka bertahap (tapering off),perlahan – lahan.
·         penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
·         pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
·dijumpai focus epilepsy yang jelas pada EEG
·pada pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
·pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak
·terdapat riwayat epilepsy pada saudara sekandung (bukan orang tua)
·riwayat bangkitan simtomatik
·Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP.
·Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
·         efek samping obat perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar obat.
Keberhasilan suatu terapi pada hakekatnya didasarkan atas pemilihan obat yang sesuai dan hubungan dosis dengan respon yang dihasilkan. Hubungan dosis dengan respon ini melibatkan berbagai variabel, antara lain : farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat.
Farmakodinamik yaitu kepekaan jaringan terhadap konsentrasi dari obat di serum. Pada obat anti epilepsi farmakodinamik dapat diabaikan, misalnya kadar difenilhidantoin serum 20 u/ml, ini efektif untuk kebanyakan individu.
Farmakokinetik, yaitu meliputi berbagai proses yang mempengaruhi konsentrasi obat dalam serum. Misalnya penderita yang diberikan diphenilhidantoin dengan dosis 3×100 mg, pada beberapa individu dicapai level serum yang berlainan. Faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain : metabolisme, distribusi, dan ekskresi.
1.Absorbsi
Absorbsi dilantin per os lebih baik dalam bentuk garam sodium (garam karena larut dalam air), dibandingkan dengan basa. Pada kapsul sering dimasukan bahan pengisi (binding substance), yang seharusnya bahan inert tapisering mengadakan reaksi dengan bahan dalam kapsul. Contoh diaustralia biasanya bahan pengisi adalah ca glukonas, kemudian digantidengan laktulosa yang lebih meningkatkan absorbsi dilantin, sehinga di australia pernah terjadi epidemi intoksikasi.
Pada keadaan diare absorbsi oabat akan terganggu, sehingga pada diare dosis perlu ditingkatkan.
2.Distribusi
Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Banyak obat yang didistribusikan oleh serum protein, 10% dalam bentuk bebas. Bentuk bebas inilah yang masukjaringan otak melalui blood brain barrier, sehingga merupakan bentuk yang terpenting untuk pengobatan. Hal ini penting karena di indonesia banyak obat yang dapat menurunkan protein plasma. Hal-hal yang mempengaruhi protein plasma adalah :
·Hipoalbumin
Obat yang di ikat protein serum berkurang, sehingga bentuk bebas meningkat. Dengan dosis yang sama penderita hipoalbumin akan mengalami intoksikasi.
·Competitive binding protein
Biladiberikan tiga obat yang mengikat protein, maka protein yang mengikat obat anti epilepsi akan berkurang, sehingga bentuk bebas akan meningkat. Sedapat mungkin berikan obat anti epilepsitunggal (monodrug).
Bilirubin juga mengikat protein, sehingga pada penyakit hepar yang meningkatkan kadar bilirubin darah, dosis obat anti epilepsi harus diturunkan.
3.Metabolisme
Hampir semua obat anti epilepsi diubah melalui hepar, dan kemudian baru dieliminasi melalui ginjal. Terdapat duakelompokdalam metabolismeini, yaitu : 1). Kelompok metabolisme cepat 2). Kelompok metabolisme lambat. Hal ini juga ditentukan oleh umur, pada nak-nak biasanya masukdalam kelompokfast metabolism, sehingga membutuhkan dosis lebih besar, sedangkan pada usia lanjut masuk dalam kelompok slow metabolism, sehingga membutuhkan dosis lebih kecil.
Sehubungan dengan metabolisme obat, dikenal istilah waktu paruh (serum half life), yaitu waktu yang diperlukan sehingga konsentrasi obat di serum tinggal separuh dari konsentrasi semula. Misalnya waktu paruh dilantin adalah 22 jam, berarti setelah 22 jam level dilantindalam serum menjadi separuh dari semula. Waktu paruh ini berguna untuk menentukan :
·Frekuensi pemberian obat
Dengan waktu peruh dilantin 22 jam, sebetulnya cukuppemberian dilantin 1x sehari, tetapi oleh karena alasan mengganggu lambung, maka diberikan 2-3x sehari.
·Plateau level
Pemberian obat akan meningkatkan ladar serum obat di darah sampaitercapi kadar pleateu level. Pada keadaan ini, walaupun obat diberikan terus, kadar obat dalam serum akan tetap.
Pateau level, pada tiap obat berbeda, oleh karena itu jangan mengganti obat sebelum plateau level. Biasanya keadaan ini tercapaisetelah 5 kali waktuparuh. Misalnya dilantin, oleh karena waktu paruh 22 jam, maka setelah 5 X 22 jam = 110 jam, (5,5 hari), baru obat boleh diganti atau dinaikan dosisnya.
·Menentukan eliminasi obat
·Berapa lama obat dikeluarkan semua, pada kasus-kasus intoksikasi obat, misalnya luminal waktu paruh adalah 140 jam, berarti membutuhkan waktu sekitar 700 jam (30hari) untuk mengubah dosis luminal.
Pada keadaan tertentu harus hati-hati dalam menentukan dosis obat, misalnya :
ØNeonatus : oleh karena metabolisme sangat cepat, dosis relatif lebih besar.
ØUsia lanjut: dosis dikurangi.
ØKehamilan : metabolisme lebih cepat, oleh karena perubahan hormonal atau hepar janin dalam kandungan ikut dalam metabolisme. Jadi obat lebih tinggi, tetapi kejang dalam kehamilan cenderung menurun.
4.Ekskresi
Ekskresi obat anti epilepsi sebagian besar melalui urin, sebagian kecil di ekskresi lewat feses. Penyakit ginjal akan mempengaruhi ekskresi, sehingga dosis perlu diturunkan.
Jenis obat anti epilepsi
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi antar obat anti epilepsi
Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan
Tabel 2. pemilihan OAE didasarkan atas jenis sindrom epilepsi
Lanjutan tabel 2.
Steroid : Prednisolone atau ACTH
Tabel 3. Dosis obat anti epilepsi untuk orang dewasa
Tabel 4. Efek samping obat anti epilepsi klasik
Tabel 5. Efek samping obat antiepilepsi baru
Tabel 6. Interaksi farmakokinetik antar obat anti-epilepsi
Jenis Obat Antiepilepsi
Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa obat anti epilepsi yang sering digunakan.
Asam valproat
Digunakan pada epilepsi motor minor (mioklonik), absens, tonik-klonik dan serangan parsial maupun kompleks. Asam valproat dianggap meninggikan efek inhibisi postsinaptik GABA, menghambat pembentukan gelombang paku dan menghambat jaras neuronal eksitatorik. Dosis awal pada orang dewasa adalah 500-1000 mg/hari, kemudiandosis rumatan 500-2500 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 12-18 jam, waktu tercapainya steady state 2-4 jam.
Hubungan dosis dengan kadar serum cukup kompleks, karena masa paruh yang pendek dan ikatan protein yang besar. Pada kadar plasma valproat yang rendah, ikatan protein mencapai 90-95%, namun dengan meningkatkan dosis, maka ikatan proteinnya menurun drastis, sehingga kadar serum tidak naik secara proporsional dengan dosis. Interaksi dengan fenobarbital akan meningkatkan kadar fenobarbital sehingga menimbulkan sedasi berat. Kombinasi dengan fenitoin dan karbamazepin dapat meningkatkan kadar kedua otot, sedangkan kombinasi dengan aspirin akan menyebabkan kenaikan kadarvalproat.
Efek samping idiosinkratik berupa ruam kulit, gagal hati akut, pankreatitis akut dan diskrasia darah (trombositopenia, anemia dan leukopenia). Gejala intoksikasi berupa mengantuk, vertigo dan perubahan perilaku. Efek pemberian kronik adalah mengantuk, perubahan perilaku, tremor, hiperamonia, bertambahnya berat badan, rambut rontok, penyakit perdarahan dan gangguan lambung.
Karbamazepin
Merupakan obat utama untuk epilepsi parsial (sederhana dan kompleks) dan epilepsi umum tonik-klonik. Dosis pada orang dewasa 400-600 mg/hari, kemudian dosis rumatan 400-1600 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 15-35 jam, waktu tercapainya steady state 2-7 hari. Efek idiosinkratik berupa ruam kulit dan diskrasia darah. Gejala intoksikasi berupa diplopia, vertigo, pusing, inkoordinasi dan kadang-kadang gejala distonik. Akibat pemberian kronik dapat menimbulkan hiponatremia, gangguan fungsi hati dan leukopenia. Karena rumus kimianya serupa antidepresan trisiklik, maka obat ini sering memberikan perasaan enak dan peningkatan kesadaran.
Pemberian dosis terapeutik pada pasien absens atipis atau serangan epilepsi minor lainnya akan memperberat serangan status absens atau miokonus nonepilepsi yang terus menerus. Pemberian bersama obat lain misalnya Ca channel blocker, INH dan erittromisin dapat mempercepat timbulnya toksisitas karena menghambat metabolismenya.
Pemeriksaan laboratorium rutin berupa darah tepi lengkap dalam waktu 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan setelah dimulinya pengobatan, dan kemudian setiap 6 bulan.
Meskipun karbamazepin mempunyai banyak efek samping, tapi obat ini lebih unggul dibanding fonobarbital dan fenitoin karena memperbaiki fungsi kognitif.
Fenobarbital
OAE ini berguna untuk mengatasi kejang tonik-klonik umum (grand mal), serangan parsial sederhana-kompleks, sebagian besar kejang lain. Fenobarbital diberikan dengan dosis awal 50-100mg/hari, dengan dosis rumatan 50-200 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 50-170 jam. Efek samping idiosinkratik fenobarbital berupa ruam kulit dan diskrasia darah (jarang), sedangkan efek intoksikasi terbanyak adalah mengantuk dan hiperaktivitas. Kadang-kadang terdapat mual, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Akibat pemberian kronik adalah mengantuk, perubahan perilaku, perubahan perasaan, gangguan intelektual, penyakit tulang metabolik dan gangguan jaringan ikat.
Pada PET Scan tampak adanya penurunan metabolisme glukosa lokal pada otak pada 37% kasus dan secara klinis ditemukan adanya depresi, gangguan tidur, konsentrasik dan fungsi kognitif. Meskipun banyak efek sampingnya, kelebihan fenobarbital adalah merupakan antikonvulsan yang aman dan murah. Substitusi karbanazepin untuk fenobarbital atau fenitoin akan memperbaiki memori, konsentrasi dan kecepatan mental-motor. Fenobarbital dapat merangsang metabolisme dan mengurangi efektivitas antikonvulsan lain seperti karbamazepin dan fenitoin. Pemberian bersamaan dengan asam valproat dapat menimbulkan somnolensi yang nyata. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak diperlukan.
Fenitoin
Berguna untuk kejang tonik-klonik umum, serangan parsial (sederhana-kompleks) dan beberapa jenis kejang lainnya. Fenitoin tidak boleh diberikan pada serangan bangkitan atonik, karena dapat memperberat serangan bangkitan atonik.
Dosis awal adalah 200-300 mg/hari, kemudian dosis rumatan 400-1600 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 10-80 jam, waktu tercapainya steady state 3-15 hari. Penggunaan bersama fenobarbital, karbamazepin, valproat, INH dan kloramfenikol dapat meningkatkan kadar bebas fenitoin. Efek samping idiosinkratik berupa ruam kulit, diskrasia darah dan reaksi imunologis. Efek intoksikasi berupa vertigo, gerakan involunter, pusing, mual, nistagmus, sakit kepala, ataksia, letargi dan perubahan perilaku. Efek samping pemberian kironik berupa hirsutisme, hipertrofi ginggiva, gangguan perilaku dan fungsi kognitif. Dapat terjadi peniggian SGOT-SGPT yang secara klinis kurang berarti.
Efek samping yang berat adalah kelainan hematologis (trombositopenia, leukopenia, anemia) dan sindrom Steven Jhonson. Untuk pemeriksaan rutin diperlukan pemeriksaan darah tepi lengkap setiap tahun.
Penghentian OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua halpenting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umumuntuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan.
·         Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut :
ØPenghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun.
ØGambaran EEG normal
ØHarus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25 % dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
ØPenghentian dimulaidari satu OAE yang bukan utama.
·         Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinanya pada keadaan sebagai berikut :
ØSemakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan semakintinggi.
ØEpilepsi simtomatik
ØGambaran EEG normal
ØSemakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
ØTergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita ; sangat jarang pada sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25 % pada epilepsi lena masa anak kecil, 25-75 % epilepsi partial kriptogenik / simtomatik, 85-95 % pada epilepsi mioklonik pada anak.
ØPenggunaan lebih dari satu OAE
ØMasih mendapat satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
ØMendapat terapi 10 tahun atau lebih
·         Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali
Maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE) kemudian di evaluasi kembali.
Terapi status Epileptikus
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30menit atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu bangkitan.
Klasifikasi :
·         SE konvulsif (bangkitan umum tonik klonik)
·         SE non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik klonik)
Protokol penanganan SE
Tabel 7. Penanganan status epileptikus konvulsivus
Status epileptikus refrakter
Pada umumnya sekitar 80 % pasiendengan SE konvulsif dapat terkontrol dengan pemberian benzodiazepin atau phenytoin. Bila bangkitan masih berlangsung, yang kita sebut sebagai status epileptikus refrakter, maka perlu penanganan di ICU untuk dilakukan tindakan anastesi.
Tabel 8. tindakan anastesi untuk status epieptikus refrakter
Status epileptikus non konvulsif
·         Dapat ditemukan pada 1/3 kasus status epileptikus
·         Dapat dibagi menjadi SE lena, SE partial kompleks, SE non konvulsif pada pasien dengan koma dan SE pada pasien dengan ganguan belajar.
·         Pemilihan OAE untuk SE non konvulsif tercantum pada tabel 9
Tabel 9. Terapi status epileptikus non konvulsivus
Terapi Epilepsi Refrakter
Definisi : seseorang yang mengalami bangkitan berulang, meski telah dicapai kadar terapiOAE dalam satu tahun terakhir setelah awitan (onset). Bangkitan tersebut benar-benar akibat kegagalan OAE untuk mengontrol fokus epileptik, bukan karena dosis yang tidak tepat, keyidaktaatan minum OAE, kesalahan pemberian atau perubahan dalam formulasi.
Penanganan Epilepsi Refrakter
·         Terapi bedah
·         Stimulasi nervus vagus
·         Modifikasi tingkah laku
·         Relaksasi
·         Mengurangi dosis OAE
Terapi bedah epilepsi
Tujuan : agar pasien dapat hidupsenormalmungkin
ØTerutama adalah membuat pasien terbebas kejang
ØMeningkatkan kualitas hidup pasien
ØMenurunkan morbiditas
ØMenurunkan kecacatan psikososial
ØMeminimalkan defisit neurologik fokal
Kriteria
ØSindrom epilepsi fokal dan simtomatik yang refrakter terhadap OAE
ØIQ > 70
ØTidak ada kontra indikasi pembedahan
ØUsia
ØTidak ada kelainan psikiatrik yang jelas
Indikasi
ØEpilepsi refrakter
ØSecara umum pada epilepsi dengan durasi lama (bebrapa tahun)
ØMenganggu kualitas hidup
ØManfaat operasi lebih besar daripada resiko
Kontra-indikasi
ØKontra-indikasi absolut
üPenyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun degeneratif)
üSindrom epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari.
ØKontra-indikasi relatif
üKetidak patuhan penderita terhadap pengobatan
üPsikosis interiktal
üMental retardasi
Evaluasi prabedah perlu dilakukan untuk mengklarifikasi 3 halsebagai berikut :
ØMengidentifikasi daerah kortikal yang dapat menyebabkan bangkitan (lokasi dan penyebaran zona epileptogenik), sehingga biladilakukan pengangkatan atau pemutusan daerah tersebut dapat menyebabkan pasien bebas kejang
ØKemungkinan terganggunya kognisi dan keadaan emosi pasien akibat operasi
ØPengaruh operasi pada kehidupan sosial pasien.
2.10Prognosis
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi, sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognose tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik prognosenya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayidan usia dibawah tiga tahun prognosenya relatih buruk.


0 komentar:

Posting Komentar